Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Salah satu ciri dan karakter generasi yang ditolong oleh Allah Subhanahu wa ta’ala adalah Jillun Mukhlis. Generasi yang suci bersih ikhlas karena hanya mencari Ridho Allah ta’ala, bahkan itu diwujudkan dalam doa-doa mereka. Contohnya ialah para sahabat. Ketika mereka berperang kemudian mendapatkan harta rampasan perang yang dibagi oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, namun mereka mengatakan,
“Saya berperang bukan mencari ini. Tapi saya berperang ingin mencari anak panah yang menembus leher saya (ingin mati syahid-red).”
Karena keikhlasan doa dan niatnya itu, kemudian ia meninggal dengan anak panah yang menembus lehernya.
Kita akan lihat lagi contoh selanjutnya yang disebutkan dalam kitab Majma’atus Zawaid, dari Sa’ad ibnu Abi Waqqas, disaat itu ia bersama Abdullah ibnu Jahsyi dalam perang Uhud. Abdullah ibnu Jahsyi berkata, “Mengapa kamu tidak berdoa kepada Allah ta’ala?”, kemudian Sa’ad ibnu Abi Waqqas menyendiri dan berdoa. “Wahai Tuhanku, pertemukan aku dengan musuh lawan, yang lawan itu gagah perkasa, ganas, dan sadis. Lalu aku akan memeranginya dan ia memerangi aku. Karuniakan kepadaku kemenangan sehingga aku bisa mengalahkannya.” Lalu Abdullah ibnu Jahsyi mengamini doanya.
Sedangkan doa Abdullah ibnu Jahsyi,
“Pertemukan kami dengan musuh yang sadis, ganas, dan kuat, aku beperang karena Engkau dan dia menyerangku, memerangi aku. Dia mengambil hidung dan telingaku. Ketika nanti aku bertemu dengan Engkau. Lalu Engkau bertanya ‘Karena siapakah hidung dan telingamu terpotong?’ lalu aku menjawab ‘hanya krena Engkau Ya Allah dan karena Rasul Mu.”
Kemudian Sa’ad menceritakan kepada anaknya “Wahai anakku, doa Abdullah ibnu Jahsyi lebih baik daripada doaku. Sungguh aku melihatnya di akhir siang, dan sungguh hidung dan telinganya itu digantung.” Itulah doa-doa para sahabat yang hanya mengharapkan Ridha dari Allah ta’ala semata.
Ciri-ciri yang kedua dari generasi yang akan ditolong Allah ta’ala adalah Jillun Muhibbun Lillah. Bahwa cintanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla sangat-sangat kuat melebihi apapun dan siapapun. Sehingga ketika berjuang demi agama Allah, mereka totalitas. Mereka korbankan harta dan jiwanya, bahkan berniat seluruh anak-anaknya dipersembahkan untuk berjihad dan berjuang untuk agama Allah. Dan itu yang menjadikan mereka diberikan pertolongan oleh Allah ta’ala.
Jika kita ditanya, “Apakah anda cinta kepada Allah Subhanahu wa ta’ala?” Semua kita pasti akan menjawab kita cinta kepada Allah. Namun hal tersebut belum tentu terbukti. Ada satu bukti cinta kita kepada Allah ta’ala yaitu Tho’atul Mahbub wal ‘amal ala mardhotihi, mentaati kepada yang dicintai dan selalu beramal untuk mencari ridho dan kerelaan yang kita cintai. Sehingga apapun yang diminta oleh kekasih itu pasti kita taati dan kita kerjakan untuk menyenangkan kekasih. Dan kekasih yang benar adalah Allah ta’ala.
Jika kita melihat kisah-kisah cinta, tidak peduli hujan dan tidak peduli panas akan tetap diupayakan agar bisa bertemu dengan yang dicinta. Namun mukmin yang benar adalah yang menaati segala sesuatu yang diminta oleh Allah ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat jika melakukan sesuatu tinggal menunggu perintah dari Allah ta’ala. Ketika fase Mekkah, belum ada perintah berperang melawan orang kafir, maka meski para sahabat disiksa sampai sebagiannya ada yang meninggal, mereka tetap bersabar, tidak melakukan perang perlawanan, karena memang belum ada izin dan perintah dari Allah ta’ala untuk berperang. Kemudian turunlah ayat perintah lainnya dan para sahabat menjalankan perintah tersebut, karena mereka melakukannya hanya mencari ridha dari Sang Kekasih.
Perlu kita renungkan apakah aktivitas kita sehari-hari ini mulai dari bekerja, beribadah, beramal, untuk mencari Ridha Allah atau mencari perhatian manusia? Jadi, memang tugas kita ini adalah mencari Ridha dari Allah ta’ala. Jika demikian, maka dia akan selalu mempercepat langkahnya ketika dia dipanggil oleh Allah ta’ala. Sebagaimana Nabi Musa ‘alaihissalam yang datang menghampiri Allah ta’ala karena memenuhi panggilan-Nya.
Kemudian di dalam Surat Al-Baqarah ayat 207 Allah berfirman, “Dan di antara manusia itu ada yang menjual dirinya hanya untuk mencari Ridha Allah Subhanahu wa ta’ala.” Asbabun Nuzul ayat ini sebagaimana disebutkan dalam tafsir Baidhowi bahwa di antara manusia itu menjual dirinya, mengorbankan diri, dan seluruh potensi yang dia miliki dalam berjihad menegakkan agama Allah atau dia memerintahkan yang baik dan mencegah yang munkar hingga terbunuh dalam rangka mencari Ridha Allah ta’ala.
Ayat ini turun karena adanya peristiwa yang menimpa Syu’aib ibnu Sina Ar-Rumi, seorang budak berasal yang dari Romawi. Ia datang ke Mekkah dan berdagang di sana sehingga dia menjadi kaya, kemudian dia diculik oleh orang-orang musyrik sehingga dipaksa untuk menjadi kafir dan tidak mengikuti Rasulullah. Kemudian dia berkata, “Aku sudah tua, dan aku tidak ada manfaatnya jika bersama kalian. Aku tidak membahayakan kalian jika aku menentang kalian. Biarkan aku dan ambilah seluruh hartaku.” Kemudian dia hijrah ke Madinah dan disambut oleh Rasulullah. Dan Rasulullah mengatakan bahwa bisnisnya Syu’aib itu adalah perdagangan yang menguntungkan, karena di berdagang dengan Allah ta’ala.
Ciri selanjutnya adalah Sur’atul Inabah, ketika melakukan kesalahan dosa dan kemaksiatanatau jika tergelincir segeralah kembali kepada Allah ta’ala. Iitulah yang biasa dilakukan oleh Rasulullah ketika beliau mendapatkan amanah, dan jika gagal beliau langsung memohon ampun kepada Allah dan menyampaikan kelalaiannya. Dalam suatu riwayat, Nabi keluar berdakwah ke Thaif dengan berjalan kaki sementara jarak Mekkah ke Thaif sekitar 106 km dengan medan yang sangat berat. Ketika sampai di Thaif, Nabi menemui satu keluarga di desa tersebut, dan diajak oleh Nabi masuk Islam, namun mereka menolak.
Kemudian Rasul mengatakan,
“Boleh kamu menolak, tapi jangan sampaikan kepada yang lain.”
Namun yang terjadi adalah mereka menceritakan kepada yang lain, sehingga penduduk Thaif mengerahkan anak-anak mereka untuk melempari Rasulullah seperti halnya orang yang gila. Kemudian Rasul bersembunyi dan melakukan sholat dua rakaat di bawah pohon. Lalu Rasulullah berdoa dan menyampaikan keluh kesah kepada Allah karena beliau merasa gagal,
“Yaa Allah…hanya kepada-Mu aku mengadu lemahnya kekuatanku dan sedikitnya daya upayaku. Engkau adalah Dzat yang Maha Pengasih dari yang pengasih, lalu kepada siapa aku ini Engkau serahkan, kepada musuh yang menghancurkan aku atau kepada sanak kerabatku? Itu semua tidak apa-apa selama Engkau tidak marah kepadaku. Sesungguhnya Rahmat-Mu lebih luas bagiku. Aku berlindung dengan cahaya wajah-Mu yang bisa menerangi semua yang gelap, yang menjadikan semua urusan di dunia baik.”
Itulah doa Rasulullah kepada Allah ta’ala yang mengadukan kelemahnya sehingga beliau merasa bersalah karena kegagalannya. Namun beliau hanya takut jika Allah marah kepada beliau karena kegagalannya. Sifat mulian inilah yang menjadi sebab generasi muslim terbaik terbentuk di zaman Rasulullah saat itu, generasi yang senantiasa di tolong oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Lalu bagaimana dengan kita?
Wallahul musta’an
Baca juga :
Ikuti kegiatan kami di @yasapeduli